PENEMUAN 5 KAPAL KUNO DI LAUT NATUNA



Penemuan 5 Kapal Kuno di Laut Natuna


Mahessa83-5 Kapal Kuno yang diperkirakan berasal dari abad ke-10 hingga ke-19 masehi ditemukan di perairan wilayah Kepulauan Natuna, Riau. Temuan tersebut menguatkan bahwa Kepulauan Natuna merupakan titik penting bagi jalur perdagangan internasional yang menghubungkan antara Tiongkok dengan kawasan Asia Tenggara.

Selama sekitar 2 pekan antara 14-25 April 2015, 5 penyelam dari Pusat Arkeologi Nasional Indonesia menyelam di tiga lokasi di wilayah laut Tiongkok Selatan . Ada 3 titik lokasi penyelaman yaitu di Pulau Buton, Pulau Laut dan Karang Antik. Namun para peneliti hanya berhasil memetakan temuan di Pulau Buton dan Karang Antik.

Pulau Laut adalah wilayah terluar dari wilayah geografis Indonesia yang berbatasan langsung dengan Laut Tiongkok Selatan. Para peneliti belum mengetahui apakah artefak kapal kuno yang karam tersebut merupakan kapal dari Asia Tenggara atau kapal dari Tiongkok.

Menurut informasi penduduk sekitar, sebenarnya ada lima lokasi kapal dari masa kerjaan itu karam di wilayah Natuna. Namun karena keterbatasan anggaran, penelitian pada tahun ini di fokuskan hanya pada tiga titik tersebut. Dimana Pusat Arkeologi Nasional hanya mengeluarkan anggaran sebesar 200 juta rupiah.

Di Karang Antik, Tim peneliti berhasil menemukan kapal kayu berukuran besar dengan berbagai benda seperti keramik dari Tiongkok. Titik penemuan ini hanya berada sekitar 15 meter dibawah permukaan laut kepulauan Natuna.

Ditilik dari pola hiasan bentuk keramik para peneliti menyimpulkan bahwa keramik tersebut berasal dari Dinasti Sung (abad ke-10 hingga 12 masehi). Sedangkan di Pulau Buton tim peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional berhasil memetakan kapal kayu bermuatan keramik dari masa Dinasti Qing atau dikenal juga dengan Dinasti Manchuria yang bersal dari abad ke-18 hingga abad ke-19 Masehi.

Dalam arkeologi maritim, Natuna merupakan situs yang sangat menarik bagi para peneliti. Natuna berada di jalur strategis pelayaran perdagangan internasional dari laut Tiongkok Selatan. Keberadaan kapal-kapal karam di kepulauan Natuna sudah di duga sebelumnya, karena di sepanjang pesisir kepulauan Natuna banyak ditemukan pecahan keramik.

Ini menjadikan penemuan yang sangat luar biasa, bukti fisik dengan ditemukannya banyak sekali pecahan keramik  disepanjang pesisir kemungkinannya pernah ada pemukiman di Kepulauan Natuna.

Para penduduk disana biasa mencari keramik yang masih utuh di halaman rumah atau disekitar garis pantai. Sebagian penduduk bahkan menjadikan barang antik sebagai mata pencaharian. Meskipun sudah ada bukti fisik dengan ditemukannya keramik, para peneliti belum mendapatkan catatan sejarah yang menyatakan pernah ada pemukiman di Kepulauan Natuna.

Menurut berita dari Tiongkok, Kepulauan Natuna hanyalah tempat persinggahan sementara karena ada air tawar disana. Kapal-kapal yang berangkat dari Tiongkok atau akan menuju Tiongkok kemungkinan besar mengisi logistik di pulau Natuna atau bisa juga mereka merapat di pulau Natuna karena adanya badai besar.

Seperti diketahui Badai Tropis di pulau ini sering muncul dan lenyap secara tiba-tiba dan merupakan ancaman yang besar bagi kapal-kapal yang melalui Laut Tiongkok Selatan, Sebagian kapal yang tidak mampu menyelamatkan diri akhirnya karam dengan muatan keramik di dalamnya.

Dilihat daru umur keramiknya, kapal dari masa Dinasti Sung berlayar ke Nusantara (Yang merupakan pusat perdagangan di Asia Tenggara) untuk berhubungan dengan kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan Mataram Kuno di pulau Jawa. Kapal-kapal ini berlayar dari pelabuhan Kanton yang merupakan pintu keluar bagi para pedagang di Tiongkok.

Pada masa itu peran kerajaan Tumasik (Singapura) belum ada karena kerajaan Tumasik baru muncul berbaringan dengan masa kerajaan Majapahit di pulau Jawa yaitu sekitar abad ke-14.

Kapal Perang


Selain menemukan Kapal Kayu, Tim peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional tersebut juga menemukan kapal berbahan logam yang ikut karam. Menurut informasi dari para penduduk, kapal perang tersebut merupakan kapal perang dari Rusia yang tenggelam di tembak Jepang pada perang dunia II lalu. Namun saat meyelam kami hanya melihatnya saja karena belum terfokus dengan kapal perang tersebut.

 Hampir separuh dari lunas kapal terpendam lumpur dan hanya bagian atas yang terlihat. Berdasarkan cerita penduduk lokal, masih ada beberapa bangkai kapal sisa Perang Dunia II yang ditemukan di wilayah perairan Natuna.

Bangkai kapal perang dari negara lain, kata Bambang, tidak bisa begitu saja dieksplorasi oleh peneliti Indonesia. Alasannya, ada aturan hukum internasional yang menyebutkan bahwa bangkai kapal suatu negara yang tenggelam di wilayah perairan negara lain tetap menjadi hak milik negara asal kapal tersebut.

Tahun 2013, Pusat Arkeologi Nasional pernah menemukan bangkai kapal selam Jerman dari jenis U-Boat (unterseeboot) bernomor U-168 di wilayah perairan Taman Nasional Karimunjawa. Temuan itu memunculkan tanda tanya, apa peran Jerman di wilayah perairan Nusantara pada masa Perang Dunia II. Lokasi bangkai kapal sekitar 96 kilometer dari Karimunjawa di kedalaman 19 meter.

Literatur Pemerintah Jerman menyebut, pada masa PD II, dua kapal tenggelam di perairan Indonesia. Kapal U-168 tenggelam tahun 1944, sedangkan U-183 tenggelam tahun 1945. Data misi U-Boat menyebutkan, armada kapal selam Jerman pernah berada di perairan Laut Jawa, Laut Australia, dan Samudra Hindia. "Misi Jerman terkait persekutuan Jepang-Jerman menghadapi sekutu," kata Bambang yang mengetuai penelitian tersebut.

Berdasarkan kajian Pusat Arkeologi Nasional, Jerman mempunyai "pangkalan" di Pulau Penang (Malaysia), Jakarta, dan Surabaya. Kapal selam tenggelam akibat torpedo. Lubang bekas torpedo berada di ruang kontrol. Bambang menyatakan, bangkai kapal itu merupakan temuan besar. Sejumlah artefak ditemukan, seperti piring makan, cangkir, kacamata, teropong, aki, dan alat selam.

Kapal U-Boat itu diduga armada kapal perang Nazi Jerman meski lambung kapal belum ditemukan. Dugaan itu berdasarkan beberapa sampel berciri simbol Nazi, seperti lambang burung mencengkeram lambang swastika. Lambang itu ditemukan di bagian dasar piring makan. Kini, penelitian arkeologi bawah air masih menunggu kelanjutan pemberian dana dari pemerintah.

Sumber: National Geographic   
Views
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah sesuai topik artikel. Komentar yang tidak relevan dengan topik artikel akan terhapus.

Note: only a member of this blog may post a comment.

Blog Archive

Bookmarking

Ikuti Facebook