13 PAHLAWAN NASIONAL WANITA INDONESIA YANG MULAI TERLUPAKAN



Mahessa83 | Saat ini banyak dari generasi muda Indonesia hanya mengenal R.A Kartini dan Cut Nyak Dien sebagai Pahlawan Nasional Wanita Indonesia. Namun sebenarnya masih banyak pejuang-pejuang wanita Indonesia yang gagah berani memperjuangkan negara Indonesia dari penjajahan Belanda seperti Maria Walanda Maramis dari Sulawesi Utara, Martha Christina Tiahahu dari Maluku atau Laksamana Malahayati dari Aceh.

Untuk mengingatkan kembali atas jasa dan pengorbanan mereka dalam memperjuangkan negara Indonesia dari penjajahan Belanda, Mahessa Update mencoba menampilkan kembali Profil 13 Pahlawan Nasional Wanita Indonesia yang kami lansir dari berbagai sumber.

1. R.A Kartini

R.A. Kartini

Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1979 - meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904, adalah tokoh perempuan dan Pahlawan Nasional Wanita Indonesia yang setiap hari kelahirannya pada tanggal 21 April diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia setiap tahunnya. Karena dengan keberaniannya, Kartini membuka mata masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi kaum wanita Indonesia. 

R.A Kartini merupakan putri dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi Bupati setelah Kartini lahir dan M.A Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah Ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondesi yang berasal dari Belanda, Salah satunya adalah Rosa Abenanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita-wanita Eropa dan timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi. Karena ia melihat perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.  

Kartini adalah Pahlawan Nasional Wanita Indonesia paling populer dan jasanya tetap dikenang hingga kini.  

2. Dewi Sartika

Dewi Sartika

Dewi Sartika adalah Pahlawan Nasional Wanita Indonesia kelahiran kota Bandung, 4 Desember 1884 - meninggal di Tasikmalaya, 11 September 1947. Ia adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum wanita dan diakui sebagai Pahlawan Nasional Wanita oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1966. 

Dewi Sartika adalah putri dari pasangan Raden Somanagara dan Raden Ayu Rajapermas yang pada waktu menjadi patih di Bandung pernah menantang Pemerintah Hindia Belanda. Karena itulah istrinya dibuang ke Ternate sementara Dewi Sartika dititipkan pada pamannya, Patih Arya Cicalengka.

Pada tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata dan memiliki putra yang bernama R. Atot yang merupakan ketua umum BIVB, Sebuah klub sepakbola yang merupakan cikal bakal dari Persib Bandung. 

Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan di sebuah ruangan kecil dibelakang rumah ibunya di Bandung. Dewi Sartika mengajar dihadapan anggota keluarganya yang perempuan merenda, memask, jahit menjahit, membaca. menulis dan sebagainya. 

Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A.A Martanagarapada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia Belanda


3. Fatmawati

Fatmawati

Fatmawati yang bernama asli Fatimah lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923 - meninggal di Kuala Lumpur, Malaysia, 14 Mei 1980 adalah istri dari Presiden Indonesia pertama, Soekarno. Ia menjadi Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 hingga 1957 dan merupakan istri ketiga dari presiden pertama. Ia juga dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada acara Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.

Fatmawati lahir dari pasangan Hassan Din dan Siti Chadijah. Orangtuanya adalah keturunan Putri Indrapura, salah seorang raja dari Kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. 

Pada tahun 1 Juni 1943, Fatmawati menikah dengan Ir. Soekarno. Dari pernikahannya Ia dikaruniahi lima orang putra dan putri yaitu, Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra.

Pada tanggal 14 Mei 1980, Ia meninggal karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekkah dan dimakamkan di Pemakaman Karet Divak, Jakarta.   


4. Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng KustiyWulaningsih Retno Edi adalah Pahlawan Nasional Wanita Indonesia kelahiran ( Serang, Purwodadi, Jawa Tengah 1752 - Yogyakarta, 1828 ). Ia adalah anak Pangeran Natapraja yang menguasai wilayh terpencil dari Kerajaan Mataram atau tepatnya di wilayah Serang yang sekarang wilayah perbatasan Grobogan - Sragen.   

Nyi Ageng Serang adalah salah satu keturunan dari Sunan Kalijaga dan Ia juga mempunyai keturunan seorang Pahlawan Nasional yaitu Ki Hajar Dewantara. Ia dimakamkan di Kalibawang, Kulon Progo.

Ia merupakan Pahlawan Nasional Wanita Indonesia Yang Mulai Terlupakan karena mungkin namanya tak setenar Pahlawan Nasional Wanita lainnya seperti R.A Kartina atau Cut Nya Dien tapi Ia sangat berjasa bagi negeri ini. Warga Kulon Progo mengabadikan namanya dalam sebuah monumen ditengah kota Wates berupa patungnya yang sedang menunggang kuda dengan gagah berani membawa tombak.

5. Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien (lahir Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 - meninggal di Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908) adalah seorang Pahlawan Nasional Wanita Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belandapada masa Perang Aceh setelah wilayah VI Mukim diserang, Ia mengungsi. Sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gie Tarumpada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.

Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolaknya, Tetapi karena Teuku Umar memperbolehkan ikut dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka dikaruniai seorang anak yang bernama Cut Gambang. 

Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dhien bersama dengan Teuku Umarbertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. sehingga Ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. 

Karena sudah berusia tua dan menginap penyakit encok serta rabun yang menjadikan gerakannya menjadi lambat, Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Disana Ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap.  Akibatnya Cut Nyak Dhien dibuang ke Sumedang dan meninggal pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang, Jawa Barat. Dan atas jasa dan perjuangannya nama Cut Nyak Dhien diabadikan sebagai Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya di Meulaboh.    

6. Maria Walanda Maramis

Maria Walanda Maramis

Maria Josephine Catherine Maramis atau yang dikenal dengan Maria Walanda Maramis adalah seorang Pahlawan Nasional Wanita Indonesia kelahiran Kema, Sulawesi Utara, 1 Desember 1872 - meninggal di Maumbi, Sulawesi Utara, 22 April 1924. Ia berusaha untuk mengembangkan keadaan wanita Indonesia pada permulaan abad ke-20.

Maria menikah dengan Joseph Frederick Caselung Walanda seorang guru bahasa pada tahun 1890. Setelah pernikahannya dengan Walanda, Ia lebih dikenal dengan sebutan Maria Walanda Maramis. Mereka mempunyai tiga anak perempuan. Dua anak mereka dikirim untuk menjadi seorang guru di Jakarta. 

Setiap tanggal 1 Desember, Masyarakat Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis, sosok yang dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan dan emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan. 

Menurut Nicholas Graafland dalam sebuah penerbitan yang berjudul "Nedherlandsche Zendeling Genootschap" tahun 1981, Maria ditasbihkan sebagai salah satu perempuan teladan Minahasa yang memiliki "bakat istimewa untuk menangkap mengenai apapun juga dan untuk mengembangkan daya pikirnya.  bersifat mudah menampung pengetahuan sehingga lebih maju daripada kaum lelaki.

Untuk mengenang jasa-jasanya, telah dibangun Patung Walanda Maramis di daerah Komo Luar, Kecamatan Wenang, sekitar 15 menit dari kota Manado yang dapat ditempuh dengan angkutan darat.    

7. Martha Christina Tiahahu

Martha Christina Tiahahu

Martha Chirtina Tiahahu  kelahiran Nusalaut, Maluku, 4 Januari 1800 - meninggal di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu dan juga membantu Thomas Matulessy dalam Perang Pattimura pada tahun 1817 melawan Belanda.

Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang putri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam Perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai dikalangan musuh. Ia dikenal sebagai gadis yang pemberani dan konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya.

Sejak awal perjuangan, Ia selalu ikut ambil bagian dan pantang mundur. Dengan rambutnya yang panjang terurai kebelakang, serta terikat kepala sehelai kain berang (merah) Ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusa Laut maupun di Pulau Saparua. 

Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw, Ullath jasirah tenggara Pulau Saparua yang nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus mati di gantung dan ada yang di buang ke Pulau Jawa. 

Kapitan Paulus Tiahahu di vonis hukum mati tembak, Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati. Namun Ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilya ke hutan. Namun akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa.

Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818. Atas jasa dan pengorbanannya, Martha Christina Tiahahu dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Wanita Indonesia oleh Pemerintah Republik Indonesia.    

8. Cut Nyak Meutia

Cut Nyak Meutia

Cut Nyak Meutia (Keureutoe, Pirak Aceh Utara, 1870 - Alue Kurieng, Aceh 24 Oktober 1910) adalah Pahlawan Nasional Wanita Indonesia dari daerah Aceh, Ia dimakamkan di Alue Kurieng, Aceh. Ia menjadi Pahlwan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964.

Pada awalnya Cut Nyak Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama dengan suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Namun pada Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditangkap oleh Belanda dan di hukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal Tjik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nagroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.

Cut Nyak Meutia kemudian menikah dengan Pang Nagroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan pasukan lainnya dibawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran dengan Korps Marechausee di Paya Cicem, Tjoet Meutia dan wanita lainnya melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910.

Tjoet Meutia kemudian bangkit dan terus berjuang melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia bersama pasukannya bentrok dengan Marechausee di Alue Kurieng yang dalam pertempuran tersebut Tjut Meutia gugur.       

9. Hj. R. Rasuna Said

Hj. R. Rasuna Siad

Hajjah Rangkayo Rasuna Said (Maninjau, Agam, Sumatera Barat, 14 September 1910 - meninggal di Jakarta, 2 November 1965)   merupakan Pahlawan Nasional Wanita Indonesia dan pantas dikenang akan jasanya oleh generasi muda Indonesia. Said memulai aktivitasnya di organisasi Sarekat Rakyat. Setelah itu ia ikut dalam berbagai gerakan pemuda dan mengungkapkan keresahan-keresahannya dalam pidatonya yang berisi. Ia meninggal pada tahun 1965 dan dinobatkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Wanita Indonesia.   

10. Opu Daeng Risadju

Opu Daeng Risadju

Opu Daeng Risadju adalah Pahlawan Nasional Wanita Indonesia yang berasal dari Sulawesi Selatan. Meskipun ia adalah seorang perempuan, Opu Daeng Risadju berani memimpin pemberontakan untuk melawan tentara NICA yang datang ke Sulawesi Selatan. Namun, Ia berhasil di tangkap dan disiksa oleh para penjajah. 

Atas jasa dan keberaniannya melawan penjajah Belanda, Pemerintah Republik Indonesia menobatkan Opu Daeng Risadju sebagai Pahlawan Nasional Wanita Indonesia pada tahun 2006.

11. Malahayati

Malahayati

Malahayati adalah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Nama aslinya adalah Keumalahayati. Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah. Kakek dari garis ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah, Putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530 - 1539 M. Adapun Sultan Salahuddin Syah adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) yang merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.

Pada tahun 1585-1604, Malahayati memegang jabatan sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.

Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah tewas) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda pada tanggal 11 September 1599 sekaligus berhasil membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal. Atas keberaniannya ini Ia mendapat gelar Laksamana sehingga ia kemudian lebih dikenal dengan sebutan Laksamana Malahayati. 

Atas jasa dan keberaniannya nama Laksamana Malahayati dijadikan nama Pelabuhan Laut di Aceh yang bernama Pelabuhan Malahayati.

12. Siti Manggopoh

Siti Manggopoh

Siti Manggopoh (1880-1960) adalah seorang pejuang wanita dari Manggopoh, Agam, Sumatera Barat yang apada tahun 1908 melakukan perlawanan terhadap kebikjakan ekonomi Belanda melalui Pajak Uang (Belasting) yang disebut dengan Perang Belasting. Peraturan Belasting dianggap bertentangan dengan dengan Adat Minangkabau. 

Pada tanggal 16 Juni 1908, Belanda sangat kewalahan menghadapi perjuangan tokoh perempuan Minangkabau ini. Sehingga meminta bantuan kepada tentara Belanda yang berada di luar nagari Manggopoh. Dengan siasat yang diatur sedemikian rupa oleh Siti, Ia berhasil menewaskan 53 tentara Belanda.

Sebagai seorang perempuan, Siti Manggopoh cukup mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Ia memanfaatkan naluri keperempuannya secara cerdas untuk mencari informasi tentang kekuatan Belanda tanpa hanyut dibuai rayuan mereka. 

Ia pernah mengalami komplik bathin ketika akan melakukan penyerbuan ke benteng Belanda, Komplik bathin tersebut adalah anatara rasa keibuan terhadap anaknya yang erat menyusudan disatu pihak atas panggilan jiwa ia ingin melepaskan rakyat dari kezaliman yang dilakukan Belanda. Namun ia berhasil keluar dari sana dengan memenangkan panggilan jiwanya untuk membantu rakyat. 

Tanggung jawabnya sebagai ibu dilakukan kembali setelah melakukan penyerangan, Bahkan anaknya yang bernama Dalima, ia bawa melarikan diri ke hutan selama 17 hari dan selanjutnya dibawa serta ketika Ia tertangkap dan dipenjara selama 14 bulan di Lubuk Basum, Agam, Sumatera Barat, 16 bulan di Pariaman dan 12 bulan di Padang. Mungkin karena anaknya masih kecil atau karena alasan lainnya, akhirnya Siti Manggopoh dibebaskan sementara suaminya dibuang ke Manado.       
    
 13. Siti Hartinah

Siti Hartinah

Raden Ayu Siti Hartinah adalah Pahlawan Nasional Wanita Indonesia kelahiran Desa Jaten, Surakarta, Jawa Tengah 23 Agustus 1923 - Meninggal di Jakarta 28 April 1996. Ia adalah istri presiden kedua Republik Indonesia, Jenderal Punawirawan Soeharto.

Siti Hartinah yang dalam kesehari-hariannya dipanggil "Ibu Tien" merupakan anak kedua dari pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedjoyo. Ia merupakan canggah Mangkunagara III darui garis ibu. Tien menikah dengan Soeharto pada tanggal 26 Desember 1947 di Surakarta. Siti Hartinah kemudian diberi gelar Pahlawan Nasional Wanita tak lama setelah kematiannya.

Nah itulah 13 Pahlawan Nasional Wanita Indonesia yang telah berjuang merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Dan untuk mengenang jasa dan pengorbanannya marilah kita meneruskan perjuangan mereka untuk tetap membangun negara yang kita cintai ini jangan sampai negara kita dijajah oleh bangsa lain atau malah kita dijajah oleh bangsa kita sendiri.

sumber:
id.wikipedia
kaskus

Views
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah sesuai topik artikel. Komentar yang tidak relevan dengan topik artikel akan terhapus.

Note: only a member of this blog may post a comment.

Blog Archive

Bookmarking

Ikuti Facebook