MENJELAJAHI PENINGGALAN MEGALITIKUM DI KAMPUNG ADAT NUSA TENGGARA TIMUR

Menjelajahi Peninggalan Megalitikum Di Kampung Adat Nusa Tenggara Timur  


Menjelajahi Peninggalan Megalitikum Di Kampung Adat Nusa Tenggara Timur

Mahessa83 | Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia  yang masih banyak menyimpan peninggalan-peninggalan megalith dimana kehidupan dari masa zaman batu masih dapat Anda nikmati bersama dengan keramah tamahan masyarakat setempat yang selalu ramah menyambut wisatawan yang datang.

Dengan kekayaan berbasis bahari, alam dan budaya, Nusa Tenggara Timur wajib untuk Anda jelajahi keindahannya terutama kehidupan masyarakat tradisional setempat yang masih hidup dengan sangat sederhana menganut ajaran nenek moyang mereka yang masih tetap dipertahankannya hingga di zaman modern ini.

Berikut Kampung-Kampung Adat Tradisional yang masih banyak meninggalkan adat-adat Megalith di Nusa Tenggara Timur yang wajin Anda jelajahi keberadaannya.   

Kampung Adat Bena


Sebuah kampung tradisional bernama Kampung Bena telah menjadi salah satu tujuan wisata wajib saat Anda menyambangi Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur. Di sini waktu seakan berhenti dimana kehidupan dari masa zaman batu masih dapat Anda nikmati dan resapi bersama keramahan penduduknya yang mengesankan dengan senyum di mulut dan gigi berwarna merah karena mengunyaj sirih pinang. Jelajahilah Peninggalan Megalitikum Di Kampung Bena, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Bertengger dengan keporosan Gunung Inerine (2.245 mdpl) Kampung Bena di Bajawa adalah salah satu dari Desa Tradisional Flores yang masih tersisa meninggalkan jejak-jejak Budaya Megalit yang sangat mengaggumkan. Desa ini hanya berjarak 18 kilometer dari kota Bajawa di Pulau Flores. 

Kehidupan di Kampung Bena tetap dipertahankan hingga sekarang bersama budaya zaman batu yang tidak banyak berubah sejak 1.200 tahun yang lalu. Di sini ada 9 suku yang menghuni 45 unit rumah yaitu Suku Dizi, Suku Dizi Azi, Suku Wahto, Suku Deru Lalulewa, Suku Deru Solamae, Suku Ngada, Suku Khopadan Suku Ago.

Kampung Adat Todo


Terletak di Desa Todo, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kampung tua yang memiliki halaman yang dikelilingi batu tersusun peninggalan zaman megalitikum yang tersusun rapi merupakan asal muasal Kerajaan Manggarai. Di sini terdapat Rumah Adat Niang yang bernama "Niang Womang", Tambur kecil yang terbuat dari kulit perut seorang gadis (Loke Nggerang) dan meriam-meriam kuno.

Satu-satunya ciri khas Kampung Todo adalah Niang Todo, sebuah rumah adat berbentuk bundar beratap jerami yang diketahui merupakan Istana Todo tempo dulu. Menyaksikan  Wisata Budaya salah satunya atraksi bela diri tradisional yang dikenal dengan nama Caci.

Selain untuk menghidupkan suasana, permainan ini juga untuk mempertemukan kembali para keturunan Raja Todo, penguasa kerajaan besar di Manggarai 300 tahun silam. Selain sebagai upacara adat yang dianggap sakral, ritual ini juga untuk menghormati para leluhur. Apa lagi masyarakat setempat percaya pelanggaran tradisi adat akan membuahkan bencana  yang disebut Nangki. Anda tidak akan pernah merasa rugi datang ke Kampung Tado ini.

Kampung Adat Wogo


Kampung Wogo terletak di Desa Ratogesa, Kecamatan Golewa atau berjarak sekitar 16 kilometer dari Kota Bajawa. Di Kampung Wogo lama terdapat peninggalan budaya megalit yang menggagumkan seperti hamparan bebatuan megalith  yang menjulang tinggi. Hamparan batu ini merupakan kuburan nenek moyang yang digunakan juga untuk upacara adat. Hamparan batu peninggalan zaman megalith ini masih tersusun rapi hingga sekarang.

Kampung Adat Nage


Kampung Nage berada di Desa Dariwali, Kecamatan Jerubuu atau berjarak 21 kilometer dari Kota Bajawa. Di kampung ini terdapat peninggalan sejarah baik dalam bentuk legenda yang tervisualisasikan dalam benda-benda alam maupun benda-benda kepurbakalaan, Tidak jauh dari Kampung Nage terdapat sebuah pemandian air panas alam Malanage.

Keunggulan dari tempat wisata ini adalah terdapat pertemuan dua sumber air dengan suhu yang berbeda. Air panas Malanage bercampur dengan air dingin yang bersumber dari mata air Waeroa menjadikan suhu air ini tidak terlalu panas sehingga Anda dapat menikmati 3 pilihan suhu air.

Kampung Adat Luba


Kampung Luba adalah kampung adat yang berdekatan dengan Kampung Bena. Terletak di Desa Tiworiwu, Kecamatan Jerebuu atau berjarak sekitar 19 kilometer dari arah selatan kota Bajawa ibukota Kabupaten Ngada.

Perjalanan menuju Kampung Luba tidak akan membosankan. karena Anda akan disuguhkan dengan pemandangan alam Gunung Inerie dengan suasana pedesaan yang eksotis. Kampung Luba terdiri dari 17 rumah kayu beratapkan ilalang yang membentuk formasi segi empat yang mengelilingi tanah lapang berundak.

Terdapat tanduk-tanduk kerbau di masing-masing rumah yang mana berasal dari kerbau yang digunakan sebagai kurban dalam upacara adat. Di tengah lapang terdapat Ngadhu dan Bhaga sebagai perlambang roh lelaki dan perempuan serta kuburan batu tua megalith.

Kampung Adat Bela


Kampung Bela terletak di Desa Beja, Kecamatan Bajawa atau berjarak sekitar 7 kilometer dari kota Bajawa, ibukota Kabupaten Ngada. Potensi yang dimiliki desa ini adalah potensi alam dan budaya. Di Kampung Bela, seperti umumnya kampung-kampung di Bajawa terdapat rumah adat dan megalith dengan latar belakang pemandangan bukit yang indah.

Di kampung ini juga terdapat kerajinan tenun ikat khas Ngada. Di sini Anda dapat melihat proses menenun dengan cara tradisional dan jika Anda berminat, Anda bisa membelinya. Desa ini adalah primadona budaya di Kecamatan Bajawa. Letaknya yang tidak terlalu jauh dari kota Bajawa, membuat Kampung Bela mudah dijangkau oleh banyak wisatawan. Dengan adanya kepastian waktu adanya pelaksanaan upacara adat Reba yaitu yang diselenggarakan pada setiap tanggal 15 Januari setiap tahunnya, Kampung Bela bisa menjadi tujuan utama bagi Anda jika ingin menjelajahi Kampung-Kampung Megalith di Nusa Tenggara Timur.

Kampung Adat Prainatang
 

Merasakan suasana kehidupan peradaban masa lampau leluhur masyarakat Sumba setidaknya dapat dirasakan di Kampung Prainatang. Pagar batu berusia ratusan tahun dan aroma sabana musim kemarau akan menyambut setiap tamu yang datang. Kampung Prainatang terletak di Desa Mondu, Kecamatan Kanatang atau berjarak sekitar 20 kilometer dari kota Waingapu.

Kampung Prainatang terletak diatas bukit wilayah Mondu. Kampung ini merupakan Kampung Megalith dan Rumah Tradisional Masyarakat Sumba dimana disini banyak terdapat batu-batu kubur besar yang ditarik dengan tali pisang dan alang-alang yang di pintal.

Kampung Adat Wainyapu

Kampung Wainyapu adalah sebuah kampung dengan rumah adat (Uma Kalada) yang masih asli berjumlah 60 unit rumah dan terpelihara dengan baik. Kampung ini memiliki daya tarik karena keaslian rumah adat dan batu-batu kubur megalith yang unik sebanyak 1.058 buah serta prilaku hidup masyarakat yang terus mempertahankan adat istiadat kuno dan juga Tradisi Marapu. 

Tradisi Marapu merupakan tradisi budaya kuno seperti pembuatan rumah adat, Penarikan Batu Kubur dan Upacara Adat Pasola yang sudah terkenal dikalanga wisatawan yang masih tetap berlangsung hingga kini. 

Daya tarik lain dari kampung ini adalah letaknya yang berada tepat di pinggir Pantai Wainyapu menjadi pemandangan yang unik ketika berdiri di pinggir pantai sambil sambil menyaksikan pesona alam dibalik pepohonan yang menampakan menara atap rumah adat yang menjulang tinggi.

Banyak wisatawan mancanegara khususnya wisatawan kapal pesiar yang berlayar di selatan Pulau Sumba menjelajahi kampung ini untuk menyaksikan pesona keasrian budaya masa lalu yang sudah sangat sulit ditemukan di zaman modern ini.

Kampung Adat Ratenggaro


Kampung Ratenggaro memiliki keunikan pada rumah-rumah adat (Uma Kelada) dengan menara yang menjulang tinggi hingga mencapai 15 meter. Ratenggo yang berarti Kubur Garo ini menjadi terkenal karena adanya 304 buah kubur batu yang tiga diantaranya berbentuk unik terletak di pinggir laut dan merupakan kuburan bersejarah dari Zaman Megalith.

Masyarakat Kampung Ratenggaro juga masih mempraktekan Tradisi Marapu dan adat istiadat peninggalan leluhur seperti kampung-kampung lainnya yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kampung Adat Bondo Kapumbu


Kampung Adat Bondo Kapumbu memiliki keunikan dimana terdapat pelataran batu berukuran 10 X 10 M2 yang terletak di tengah kampung yang berfungsi sebagai mesbah tempat berlangsungnya ritual adat Marapu yang dilakukan oleh Para Rato (Imam) adat. Masyarakat di kampung ini masih mempertahankan tradisi adat istiadat masa lalu yang dilakukan secara turun temurun dari zaman megalith.

Sampai saat ini masih dijumpai nama-nama suku yang mendiami kampung ini dengan status dan kedudukan di dalam kampung. Kampung adat ini terletak di pebukitan yang menyajikan pemandangan alam yang bebas sejauh mata memandang. 

Selain itu di Nusa Tenggara Timur juga masih banyak terdapat kampung-kampung lainnya dengan kehidupan yang sangat tradisional dengan masih mempertahankan adat istiadat nenek moyang mereka sejak dari zaman megalith serta tidak terpengaruh dengan kehidupan modern.

Nah jika Anda ingin merasakan kehidupan kembali ke zaman megalith, Jelajahilah kampung-lampung adat di Nusa Tenggara Timur yang kami yakin Anda pasti akan merasa takjub dan terkesima menyelami kehidupan masyarakatnya ditambah dengan pemandangan alamnya yang sangat mempesona, asri dan sangat alami.


sumber: tourism.nttprov.go.id
      
Views
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah sesuai topik artikel. Komentar yang tidak relevan dengan topik artikel akan terhapus.

Note: only a member of this blog may post a comment.

Blog Archive

Bookmarking

Ikuti Facebook