6 Suku Terasing Di Indonesia Yang Terancam Punah
Mahessa83-Indonesia adalah negara yang kaya dan unik karena memiliki lebih dari 17.000 pulau, 1500 suku dan 1027 bahasa. Dari sekian banyaknya suku-suku di Indonesia kini sebagian dari mereka terncam punah akibat tempat tinggal mereka yang sebagian besar hidup di hutan-hutan beralih fumgsi menjadi hutan industri demi mengambil kekayaan alam yang ada ditempat mereka tinggal. Berikut 6 Suku Terasing Di Indonesia Yang Terancam Punah
1. Suku Mentawai (Sumatera Barat)
Suku Mentawai adalah penghuni asli Kepulauan Mentawai. Mereka berasal dari Proto-Melayu atau Melayu Tua yang menetap di Indonesia bagian barat. Daerah hunian Suku Mentawai selain di Mentawai juga ada di Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan. Suku ini dikenal sebagai peramu dan ketika pertama kali dipelajari suku ini belum mengenal bercocok tanam. Tradisi khas suku Mentawai adalah mentato seluruh tubuhnya yang terkait dengan peran dan status sosial penggunanya.
Sejak masuknya orang luar dan perkembangan jaman suku mentawai sudah
berada pada generasi terakhir. Karena banyak anak anak suku mentawai
yang tidak mengikuti budaya tradisional yang ditanamkan para leluhurnya.
2. Suku Togutil (Halmahera)
Suku Togutil atau Suku Tubelo Dalam adalah kelompok atau etnis yang hidup di hutan-hutan secara nomaden disekitar hutan Tododuku, Tukur-tukur, Lolobata, Kubekulo dan Buli yang termasuk ke dalam Taman Nasional Aketajawe-Lolobata, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara.
Suku Togutil yang mendiami hutan Halmahera ini terancam punah akibat
akitivitas pertambangan. Suku togutil merupakan komunitas etnis yang
hidupnya berpindah pindah di hutan. Jika perusahaan tambang terus menambang dikawasan hutan
maka suku ini akan terancam punah karena area tersebut sumber kehidupan
mereka.
Daerah Halmahera timur dan Halmahera tengah memang direncanakan akan dibangun pabrik feronikel. Namun rencana itu mengancam keberadaan suku asli didaerah tersebut. Kerusakan habitat suku togutil merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Daerah Halmahera timur dan Halmahera tengah memang direncanakan akan dibangun pabrik feronikel. Namun rencana itu mengancam keberadaan suku asli didaerah tersebut. Kerusakan habitat suku togutil merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
3. Suku Anak Dalam (Jambi)
Suku Anak Dalam atau Suku Kubu atau juga Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatera tepatnya di Propinsi Jambi. Dengan jumlah populasi sekitar 200.000 orang.
Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang m lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari Pagaruyung, yang mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan suku Minangkabau, seperti sistem matrilineal.
Kebaradaan orang rimba di jambi terancam punah akibat hutan yang
digunakan untuk tempat tinggal malah dibuat kawasan perusahaan. Bahkan
tidak jarang mereka justru harus lari dari wilayah yang didiaminya sejak
dulu. Keberadaan mereka saat ini semakin menurun terlebih sejak adanya
kawasan sebuah perusahaan dikawasan hutan harapan.
Sejak tahun 2006, masyarakatnya yang sebelumnya ada ratusan kepala keluarga harus meninggalkan kampung halamannya akibat kawasan mereka yang masuk ke dalam perusahaan tersebut. Orang rimba merupakan salah satu komunitas terasing di provinsi jambi. Mereka terbagi dalam macam macam suku tergantung daerahnya. pemerintah setempat memutuskan menyebut orang rimba dengan sebutan anak dalam.
Sejak tahun 2006, masyarakatnya yang sebelumnya ada ratusan kepala keluarga harus meninggalkan kampung halamannya akibat kawasan mereka yang masuk ke dalam perusahaan tersebut. Orang rimba merupakan salah satu komunitas terasing di provinsi jambi. Mereka terbagi dalam macam macam suku tergantung daerahnya. pemerintah setempat memutuskan menyebut orang rimba dengan sebutan anak dalam.
4. Suku Hutan (Batam)
Suku Hutan, salah satu suku terasing di Batam, Kepulauan Riau terancam
punah karena kurang mendapat perhatian. Jika tidak diperhatikan dengan
baik, suku ini bisa punah. Jika pada tahun era 1970-an ada 70 keluarga
atau 150 jiwa Suku Hutan yang mendiami Pulau Rempang, Batam, kini
jumlahnya hanya 13 jiwa dari delapan keluarga.
Salah satu penyebab suku ini hampir punah adalah kebiasaan pindah ke
luar daerah. Mereka tak kembali lagi setelah berada di rantau. “Selain
itu mereka punya kebiasaan minum tuak, Kebiasaan ini
membuat mereka jatuh sakit dan mati.
5. Suku Sakai (Riau)
Suku Sakai merupakan suku terasing dan hudup secara tradisioanl dan nomaden di Propinsi Riau, Indonesia. Beberapa hli berpendapat suku Sakai ini merupakan percampuran antara orang Wedoid dengan orang Minangkabau yang bermigrasi sekitar abad ke-14.
Banyak masyarakat yang beranggapan suku sakai jauh dari kemajuan
sehingga mereka diremehkan bahkan dianggap rendah. Kini suku sakai
sangat sedikit populasinya bahkan terancam punah. Penyebabnya adalah
tanah yang ditinggali mereka kaya akan minyak dan hutannya pun rimbun
dengan jutaan pohon. Banyak orang yang kemudian mengeksploitasinya
secara berlebihan. Kini suku sakai tidak mempunyai ruang untuk hidup.
System kebijakan yang diterapkan Negara justru membuat suku suku ini
terasing dari tanah leluhur mereka.
6. Suku Samin (Bojonegoro)
Suku Samin adalah salah satu suku yang ada di Indonesia. Masyarakat ini adalah keturunan para pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan sedulur sikep, di mana mereka mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda dalam bentuk lain di luar kekerasan.
Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar pajak, menolak segala
peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat ini acap
memusingkan pemerintah Belanda maupun penjajahan Jepang karena sikap
itu, sikap yang hingga sekarang dianggap menjengkelkan oleh kelompok di
luarnya.
Masyarakat Samin sendiri juga mengisolasi diri hingga baru pada tahun
'70-an, mereka baru tahu Indonesia telah merdeka. Kelompok Samin ini
tersebar sampai Jawa Tengah, namun konsentrasi terbesarnya berada di kawasan Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur yang masing-masing bermukim di perbatasan kedua wilayah.
Jumlah mereka tidak banyak dan tinggal di kawasan pegunungan Kendeng di
perbatasan dua provinsi. Kelompok Samin lebih suka disebut wong sikep, karena kata samin bagi mereka mengandung makna negatif.
Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu,
tidak suka mencuri, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan
lelucon terutama di kalangan masyarakat Bojonegoro. Pokok ajaran Samin
Surosentiko, yang nama aslinya Raden Kohar, kelahiran Desa Ploso
Kedhiren, Randublatung, tahun 1859, dan meninggal saat diasingkan ke Padang, 1914.
Dari berbagai sumber
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah sesuai topik artikel. Komentar yang tidak relevan dengan topik artikel akan terhapus.
Note: only a member of this blog may post a comment.