AKANKAH ANAK GUNUNG KRAKATAU KEMBALI MENGGUNCANG DUNIA LAGI?

Mahessa Update | Lava orange terang memancar ke udara. asap gelap bercampur dengan awan dan malam yang suram membawa cahaya merah yang tidak menyenangkan. 

ERUPSI ANAK GUNUNG KRAKATAU
Erupsi Anak Gunung Krakatau

Menjulang setinggi 1.200 kaki diatas perairan yang tenang di Selat Sunda, Indonesia Salah satu gunung berapi paling menakutkan di dunia yang dikenal dengan Letusan Gunung Krakatau mulai menggeliat kembali.

Hampir selama 126 tahun sejak terjadinya letusan maha dahsyat Gunung Krakatau terjadi pada tahunh 1883, Kejadian terjadinya Tsunami Selat Sunda menunjukkan bahwa sisa-sisa gunung berapi yang dulunya sangat besar ini mulai menggelegak, mendidih dan siap untuk meletus kembali.


Krakatau adalah gunung berapi aktif yang berada di Selat Sunda yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, Indonesia. Nama Krakatau pernah disematkan sebagai salah satu gunung api paling dahyat letusaanya. Hal ini terjadi pada 26-27 Agustus 1883 ketika Gunung Krakatau meletus yang menyebabkan awan panas, gempa bumi dan tsunami setinggi 30 meter. Suara letusannya sendiri hingga terdengar sampai ke Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues, Afrika yang berjarak sekitar 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakan di Hirosima dan Nagasaki, Jepang di akhir Perang Dunia II lalu.

Perkembangan Gunung Krakatau

Para ahli memperkirakan bahwa pada zaman purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang meletus sangat dahsyat yang menciptakan kaldera (kawah besar) yang disebut dengan Gunung Krakatau. Gunung Krakatau Purba merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada tahun 1883.

Letusan Gunung Krakatau Purba ini diambil dari sebuah catatan teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 masehi yang isinya menyatakan bahwa:

"Ada suara guntur yang menggelegar yang berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, peir dan kilat saling menyambar. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara yang mengakir ke timur menunju Gunung Kamula. Ketika air menenggelamkanya, Pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan Pulau Sumatera".

Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan dalam Pustaka Raja Parwa merupakan letusan gunung yang berasal dari Gunung Krakatau Purba yang dalam teks tersebut disebut sebagai Gunung Batuwara. Menurut Buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Gunung Krakatau Purba ini mencapai 2.000 mdpl dengan lingkarana pantainya mencapai 11 kilometer.

GUNUNG KRAKATAU PURBA
Gunung Krakatau Purba

Akibat letusannya yang maha dahsyat, tiga perempat tubuh Krakatau Purba hancur dengan menyisakan kaldera (kawah besar) di selat sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung. Dalam catatan lain juga disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan Pulau Sertung. 


Letusan Gunung Krakatau Purba disinyalir terjadinya abad kegelapan di muka bumi. Penyakit Sampak Bobonic terjadi karena temperatur bumi yang mendingin. Penyakit ini juga menyebabkan berkurangnya penduduk di bumi dengan jumlah yang cukup besar.

Selain itu Letusan Gunung Krakatau Purba juga turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia Purba, Transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. 

Ledakan Krakatau Purba ini diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan gunung ini juga telah membentuk perisai atsmofer setebal 20-50 meter, menurunkan temperatur bumi hingga 5-10 derajad selama 20 tahun.

Munculnya Gunung Krakatau


GUNUNG KRAKATAU
Gunung Krakatau

Pulau Rakata yang merupakan salah satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (Gunung Rakata) yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian diikuti dengan munculnya dua gunung api dari tengah kawah yang bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian selanjutnya bersatu dengan Gunung Rakata yang telah muncul terlebih dahulu. Perpaduan tiga gunung di selata sunda ini kemudian diberi nama Gunung Krakatau.


Sebelum meletus pada tahun 1883, Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 dengan menghasilkan lava andesitik asam. Kemudian pada tahu 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu tidak ada lagi aktivitas Gunung Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau dan inilah tanda-tanda awal akan terjadinya letusan maha dahsyat di selata sunda. Ledakan-ledakan kecil ini disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada tanggal 26-27 Agustus 1883.

Erupsi Gunung Krakatau 1883

LETUSAN GUNUNG KRAKATAU
ilustrasi letusan Gunung Krakatau 1883

Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, terjadi letusan maha dahsyat dari Gunung Krakatau di Selat Sunda. Menurut Simon Winchester, Ahli geologi lulusan Universitas Oxford, Inggris yang juga seorang penulis di National Geographic mengatakan bahwa ledakan tersebut adalah ledakan paling besar dengan suara ledakan paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengan hingga mencapai 4.600 kilometer dari pusat letusan yang bahkan hingga terdengar oleh 1/8 penduduk bumi.

Menurut para peneliti di University of North Dakota, Ledakan Gunung Krakatau bersama dengan Ledakan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Timur (Indonesia) pada tahun 1815 mencatatkan nilai Volcanic Explositivy Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guinnes Book of Record mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.

Letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda, Indonesia telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan abu vulkaniknya dapat mencapai 80 kilometer. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara jatuh ke daratan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera hingga ke negara Sri Langka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru. 

Pada letusan Gunung Krakatau tahun 1883 ini juga menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan dan sebagian Gunung Rakata dimana setengah kerucutnya hilang membuat cekungan besar berdiameter 7 kilometer dengan kedalaman 250 meter. Sementara Gelombang Tsunami naik hingga setinggi 40 meter dengan menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai bagian barat Pulau Jawa dan Bagian Selatan Pulau Sumatera. Tsunami yang muncul ini bukan saja diakibatkan oleh letusan Gunung Krakatau tetapi juga diakibatkan oleh longsornya dasar laut akibat letusan Gunung Krakatau.


Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 jiwa yang berasal dari 295 kampung kawasan pesisir pantai Merak kota Cilegon hingga pesisir Cimalaya di Karawang, Jawa Barat.Pantai barat Banten hingga Tanjung Layar, Pulau Panaitan, Ujung Kulon. Air tsunami masuk ke daratan hingga sejauh 15 kilometer. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, Penduduk Jakarta dan Lampung Pedalaman tak lagi melihat matahari. Gelombang tsunami yang ditimbulkan bahkan hingga merambat ke Pantai Hawaii, Pantai Barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jaraknya hingga 7.000 kilometer.

Munculnya Anak Krakatau

Anak Gunung Krakatau

Setelah terjadinya letusan besar Gunung Krakatau pada tahun 1883 atau setelah 40 tahun terjadinya letusan Gunung Krakatau, Pada tahun 1927 muncullah gunung api baru yang dikenal dengan nama Gunung Anak Krakatau yang kecepatan tingginya sekitar 0,5 meter per bulan. Setiap tahun gunung ini menjadi lebih tinggi sekitar 6 meter dengan lebar 12 meter. Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 centimeter per tahun dan jika dihitung selama 25 tahun penambahan tinggi Gunung Anak Krakatau mencapai 190 meter.

Penyebab makin tingginya gunung ini disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru ini. Saat ini ketinggian Gunung Anak Krakatau mencapai sekitar 230 mdpl. Sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 mdpl.

Menurut Simon Winchester , sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi lagi. Tak ada yang tahu pasti kapan Gunung Anak Krakatau akan meletus, Beberapa ahli geologi memprediksi letusan Gunung Anak Krakatau akan terjadi antara tahun 2015 hingga 2083Namun pengaruh dari gempa di dasar laut Samudera Hindia pada 26 Desember 2004juga tidak bisa diabaikan.

Menurut Profesor Uweda Nakayama, seorang ahli geologi dari Jepang, Gunung Anak Krakatau relatif masih aman meski aktif dan sering terjadi letusan kecil. Hanya pada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati wilayah ini karena bahaya lava pijar yang dapat dimuntahkan oleh gunung berapi paling aktif di dunia ini. 

Sementara para pakar lain mengatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Gunung Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad kemudian atau sesudah tahun 2325 masehi. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya. 

ERUPSI ANAK GUNUNG KRAKATAU
Erupsi Anak Gunung Krakatau

Saat ini, bagaimanapun, Anak Gunung Krakatau mulai bergemuruh lagi. Letusannya menjadi begitu dahsyat hingga menerangi awan diatas kepala dengan mengeluarkan awan panas. 

Namun pada tanggal 22 Desember 2018, Gunung Anak Krakatau mengeluarkan erupsi. Hal ini menyebabkan terjadinya longsor bawah laut dan pada saat bersamaan terjadi gelombang pasang akibat pengaruh bulan purnama. Badan geologi mendeteksi pada pukul 21.03 wib, Gunung Anak Krakatau erupsi kembali yang memungkinkan material sedimen di sekitar Anak Gunung Krakatau di bawah laut longsor sehingga memicu terjadinya Tsunami yang menerjang Pantai Selat Sunda dan Pantai-pantai di Lampung Selatan yang diperkirakan telah menelan korban 373 meninggal dunia, 1.459 luka-luka dan 128 orang hilang. 


Beberapa ahli geologi ragu dengan adanya letusan besar lainnya yang akan segera terjadi. 'Magma tidak cukuop katanya". Daripada membuat prediksi seperti ini, itu adalah tanggung jawab para ilmuwan untuk melakukan apa yang bisa untuk meminimalkan resiko bagi mereka yang tinggal di dekatnya.



sumber: 
https://id.wikipedia.org/wiki/Krakatau
bnpb.go.id
https://id.wikipedia.org/wiki/Pararaton
https://www.dailymail.co.uk
              

Views
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah sesuai topik artikel. Komentar yang tidak relevan dengan topik artikel akan terhapus.

Note: only a member of this blog may post a comment.

Blog Archive

Bookmarking

Ikuti Facebook