TAMBORA - LETUSAN GUNUNG BERAPI PALING MEMATIKAN DALAM SEJARAH

TAMBORA - LETUSAN GUNUNG BERAPI PALING MEMATIKAN DALAM SEJARAH
ilustrasi Letusan Tambora (sumber : FBS)

MahessaBlog | Pada tahun 1815, Gunung Tambora meletus di Pulau Sumbawa, Indonesia yang oleh sejarawan dianggap sebagai letusan gunung paling mematikan dalam sejarah dengan menewaskan sekitar 100.000 orang serta menyebabkan puluhan juta lebih kematian setelahnya karena efek sekunder yang menyebar ke seluruh dunia.

Apa yang terjadi setelah Letusan Tambora adalah tiga tahun perubahan iklim. Dunia menjadi lebih dingin dan sistem cuaca berubah total selama tiga tahun yang menyebabkan gagal panen di seluruh dunia serta bencana kelaparan yang melanda Asia, Eropa hingga Amerika Serikat dan Afrika. 

Baca Juga : 10 Letusan Gunung Berapi Terbesar Dalam Sejarah

Letusan Gunung Tambora sangat kuat sehingga dapat menyebabkan perubahan cuaca global karena dapat melepaskan gas ke stratosfer. Gas ini terperangkap di angkasa dan karena terlalu tinggi tidak dapat dihanyutkan oleh hujan dan kemudian bergerak kesepanjang garis khatulistiwa menyebar hingga ke daerah kutub sehingga dapat mengurangi jumlah panas yang melewati atsmosfer untuk sampai ke bumi.

Letusan Tambora tidak hanya mempengaruhi apakah Anda harus mengenakan sweater atau tidak. Namun Letusan Tambora memiliki efek yang sangat besar pada ekosistem tempat tinggal Anda. Dengan Letusan Tambora, suhu yang mendingin menyebabkan penurunan curah hujan , gagal panen, dan kelaparan massal di banyak bagian dunia.

TAMBORA - LETUSAN GUNUNG BERAPI PALING MEMATIKAN DALAM SEJARAH
Kaldera Gunung Tambora (sumber: goodnewsfromindonesia.id)

Sulit untuk mengetahui berapa banyak orang yang meninggal karena kelaparan, tetapi jumlah kematian diperkirakan sekitar satu juta orang, setidaknya di tahun-tahun setelah terjadinya Letusan Tambora. Namun Letusan Tambora menyebabkan pandemi global kolera, maka jumlah kematian akibat Letusan Tambora dapat mencapai puluhan juta orang.

Baca Juga : Dahsyatnya Letusan Gunung Krakatau Tahun 1883 

Walaupun kolera sudah ada sebelum terjadinya letusan, tetapi suhu yang lebih dingin akibat Letusan Tambora menyebabkan perkembangan strain baru di Teluk Benggala lebih sedikit orang yang memiliki kekebalan terhadap jenis kolera baru ini yang kemudian menyebar ke seluruh dunia.

Mungkin dahulu ada letusan gunung berapi yang menyebabkan lebih banyak kematian daripada Tambora. Tetapi karena kita tidak tahu, sejarawan pada umumnya setuju bahwa Tambora merupakan letusan gunung berapi paling mematikan dalam sejarah dengan menyebabkan kematian paling cepat.

Misalnya Letusan Krakatau di Indonesia yang terjadi pada tahun 1883, lebih terkenal daripada Letusan Tambora karena merupakan peristiwa media baru yang menyebar dengan cepat ke seluruh dunia melalui telegram dan fotografi. Namun sebenarnya Letusan Krakatau jauh lebih kecil dari Letusan Tambora. Meskipun memiliki jumlah kematian yang sangat besar sekitar 36.000 orang namun secara keseluruhan letusan krakatau kurang mematikan. 

Sementara hancurnya Kota Pompeii akibat terjadinya Letusan Gunung Vesuvius yang terjadi pada 79 SM adalah salah satu letusan gunung berapi paling terkenal dalam sejarah. Korban tewas sekitar 2.000 orang hanyalah sebagian kecil dari korban Letusan Tambora.

Baca Juga : Akankah Anak Gunung Krakatu Kembali Mengguncang Dunia?

Joseph Manning, seorang profesor sejarah dari universitas Yale mengatakan bahwa saat ini dampak letusan gunung berapi jauh lebih berbahaya namun karena kemajuan teknologi, kita dapat memprediksi dengan lebih akurat kapan letusan gunung berapi terjadi sehingga kita dapat mengevakuasi masyarakat supaya aman seperti saat penerbangan dibatalkan untuk mengantisipasi letusan Gunung Agung di Pulau Bali, Indonesia pada tahun 2017 lalu atau pada Januari 2018 ketika Filipina mulai mengevakuasi penduduk di dekat Gunung Mayon sebelum terjadinya letusan besar.

Manning yakin kita tidak cukup khawatir tentang dampak langsung dari letusan gunung berapi yang tidak hanya mempengaruhi jumlah kematian tetapi juga ekosistem kita dimasa-masa yang akan datang.    


Editor : Rey Mahessa
Sumber History.com

     



 
Views
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah sesuai topik artikel. Komentar yang tidak relevan dengan topik artikel akan terhapus.

Note: only a member of this blog may post a comment.

Blog Archive

Bookmarking

Ikuti Facebook