Dampak Hasil Pilkada Langsung Dan Tidak Langsung
Sistem Pemilihan Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam UU No.32 tahun 2004 janganlah dilihat sebagai jaminan final, Melainkan yang secara terus menerus dibangun untuk menjamin tujuan nasional.
Sebenarnya apapun yang dipilih oleh negara dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah tidak ada yang salah dan juga tidak ada yang benar. Yang tepat adalah sesuai dengan kondisi dan situasi negara itu sendiri serta pilihan sistem tersebut harus bermuara pada tujuan negara.
Dalam Pemilihan Kepala Daerah secara langsung ada 3 aspek . Ketiganya adalah penggunaan uang yang semakin marak dari waktu ke waktu untuk membeli suara konstituen. Tidak adanya jaminan adanya pasangan calon terbaik akan menang dan akibat biaya kampanye yang besar maka hasil pilkada akan sulit dipisahkan dari perilaku koruptif kepala daerah terpilih. Dengan adanya biaya kampanye yang besar akan mengakibatkan kepala daerah sulit lepas dari perilaku koruptif. Tergambar jelas dalam data terakhir yang dilansir Kementrian Dalam Negeri bahwa ada 160 Kepala Daerah yang telah dan akan dibawa ke Pengadilan. Kesemuanya terkait dengan korupsi APBD.
Pilkada langsung pada saat ini yang menyebabkan dampak negatif adalah :
- Biaya politik yang sangat tinggi
- Katub korupsi dilevel lokal dan nasional
- Jual beli jabatan ditingkat lokal
- Menurunnya moralitas baik penyelenggara negara maupun rakyat
- Tidak mampu menciptakan kesejahteraan rakyat.
Pilkada
langsung juga memiliki potensi lebih besar untuk terjadi konflik
horizontal di masyarakat. Pengalaman selama ini pelaksanaan pilkada
langsung banyak menimbulkan masalah dan gejolak di masyarakat. Pilkada
oleh DPRD diharapkan bisa mengurangi potensi komplik tersebut.di
masyarakat.
Pilkada Tidak Langsung
Pilkada tidak langsung atau melalui lembaga DPRD memang tidak serta merta secara langsung akan menghapus politik uang. Politik uang mungkin akan tetap ada. Namun potensinya bisa diminimalisasi.Pengawasan terhadap politisi nakal pada pelaksanaan pilkada tidak lansung akan lebih mudah karena jumlahnya sedikit ketimbang harus mengawasi seluruh masyarakat yang punya hak memilih. Aparat hukum bisa mengawasi lebih ketat politisi tersebut. Jika melakukan tindakan tercela, tinggal dijerat secara hukum Pilkada tak langsung ini setidaknya bisa meminimalisasi kerusakan moral yang sudah cukup parah akibat politik uang di masyarakat.
Persatuan masyarakat dan sistem nilai yang turun temurun telah di ikat oleh kearifan budaya lokal harus direvitalisasi. Demokrasi pada akhirnya memang harus di wujudkan, Tetapi demokrasi tidak boleh mencabut setiap individu dari akar budaya lokal Kebebasan berpendapat dan kebebasan memilih dan dipilih jangan sampai menghancurkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam semangat musyawarah mufakat sebagai sistem nilai yang telah memelihara persatuan dan kesatuan warga bangsa selama ini.
Berangkat dari pemahaman tersebut diatas, tentu harus ada keberanian untuk melihat dan menilai mekanisme apa yang paling banyak mendatangkan manfaat. Sejarah Indonesia sarat dengan praktik demokrasi perwakilan serta musyawarah mufakat. Diatas tradisi itulah eksitensi Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap kokoh dan terjaga
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah sesuai topik artikel. Komentar yang tidak relevan dengan topik artikel akan terhapus.
Note: only a member of this blog may post a comment.