Anak itu menjawab, “Wahai kakek, saya telah membaca ayat Al-Quran sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi, “Yâ ayyuhal-ladzîna âmanû qû anfusakum,”yang
artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan
dirimu.” Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api
neraka.”
Baca Juga: 10 Tanda Utama Terjadinya Kiamat Menurut Islam
Berkata orang tua itu, “Wahai anak, janganlah kamu takut,
sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalam
api neraka.”
Anak itu menjawab, “Wahai kakek, kakek adalah orang yang berakal,
tidakkah kakek lihat kalau orang menyalakan api, maka yang pertama akan
mereka letakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian
baru mereka letakkan yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan
dibakar dahulu sebelum dibakar orang dewasa.”
Berkata orang tua itu, sambil menangis, “Sesungguh anak ini lebih
takut kepada neraka daripada orang yang dewasa, maka bagaimanakah
keadaan kami nanti?”
Bayangkan bila saja yang diceritakan dalam potongan kisah tersebut
adalah anak kita. Anak yang kita lahirkan dan besarkan dengan keringat
dan jerih payah. Tentu betapa beruntung dan berbahagianya kita sebagai
orang tua. Betapa pun banyak keringat yang telah tercucur, tenaga yang
telah terkuras, pikiran dan waktu yang telah tersita, semua takkan ada
apa-apanya dibandingkan dengan hasil yang kita peroleh, yaitu anak yang
shaleh.
Memiliki anak shaleh merupakan dambaan setiap keluarga. Di samping
sebagai penerus keturunan, kelak anak shaleh juga akan menjadi investasi
di masa yang akan datang. Do’a-do’a anak shaleh adalah pahala yang akan
terus mengalir tanpa henti. Ia akan menembus langit dan akhirnya sampai
kepada kita sebagai orang tua sebelum ataupun sesudah kita mati.
Baca Juga: Kumpulan Kata-Kata Penyejuk Hati
Berkeinginan memiliki anak yang shaleh bukanlah khayalan. Siapa pun
orangnya sama memiliki kesempatan untuk mewujudkannya. Kehadiran anak
shaleh dalam sebuah keluarga bukanlah mu’jizat atau turun dari langit
dengan sendirinya. Ia akan hadir di tengah-tengah kita tiada lain
merupakan buah dari usaha yang kita lakukan dalam mendidiknya. Bila kita
berkeinginan dan berusaha keras mendidik anak agar menjadi anak yang
shaleh, maka ia akan tumbuh sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi
jika tidak, keinginan untuk memiliki anak shaleh hanyalah sebuah
angan-angan dan hayalan semata.
Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua
orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak merupakan
amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata
alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan
apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika
dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan
berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap
pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan
sebagai mana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa.
Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia
memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik,
menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang
dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan
umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”
Berikut adalah beberapa metode dalam mendidik anak shalih, agar anak
diharapkan dapat memiliki sikap dan perilaku yang baik serta sesuai
dengan keinginan orang tua dengan berlandaskan norma dan agama.
1.Keteladanan
Keluarga, khususnya orang tua adalah figur awal bagi seorang anak
untuk diikuti dan dicontoh perilakunya. Ketika anak mulai beranjak
remaja, fungsi ini mulai bergeser kepada kelompok sebaya-nya ataupun
figur-figur lain di luar keluarga, seperti tokoh-tokoh dalam film atau
cerita. Oleh karena itu, sudah seharusnya orang tua dapat memberikan
pondasi awal yang kuat tentang sikap dan perilaku yang positif. Dengan
demikian kelak ketika anak dihadapkan kepada situasi yang sangat
kompleks, anak akan lebih siap dan konsisten terhadap pendiriannya.
Agar tujuan ini terwujud, maka tentunya harus ada keteladanan dari
orang tua. Ingatlah suatu perbuatan orang tua tidak akan efektif bila
hanya terjadi komunikasi satu arah. Berilah contoh yang kepada anak
mengenai perilaku yang baik dari orang tua mereka sehari-hari. Ini bisa
dimulai dengan hal-hal yang biasa sehari-hari kita lakukan di rumah.
Dengan begitu, kedepan diharapkan anak akan dapat mulai sedikit demi
sedikit mencontoh perilaku yang positif dari orang tuanya.
2.Pembiasaan
Setelah adanya contoh yang baik dari orang tua, maka perlu dilakukan
pembiasaan dari perilaku-perilaku yang telah dilakukan tadi. Hal ini
penting karena dihawatirkan bila orang tua saat tak ada disisi mereka,
perilaku-perilaku yang anak lakukan akan dapat berubah kembali. Dengan
adanya pembiasaan, maka perilaku positif tersebut akan menjadi tabiat
positif anak sehingga ada atau tidak ada orang tua, hal-hal positif
tetap mereka lakukan.
3.Nasihat
Selanjutnya adalah nasihat. Dikala proses diatas berlangsung, orang
tua juga harus senantiasa memberikan pengertian-pengertian ataupun
pemahaman-pemahaman kepada anak mengapa suatu perilaku itu harus
dilakukan, apa manfaatnya, baik untuk diri sendiri dan yang terpenting
untuk orang lain.
Baca Juga: Kisah Bayi Ajaib Non Muslim Hafal Alqur'an
4.Kontrol
Setelah langkah-langkah di atas berjalan dengan baik, maka
selanjutnya adalah kontrol dari orang tua. Dalam pelaksanaannya, kontrol
yang dilakukan mesti dijalankan secara arif dan bijaksana, tidak dengan
membuat posisi anak menjadi tersudut, sehingga kontrol justru tidak
menjadi efektif.
5. Reward and Punishment
Yang terakhir adalah memberikan hadiah dan hukuman. Di samping
poin-poin di atas, tips kelima ini juga tak kalah pentingnya untuk
menumbuhkan minat dan tanggung jawab pada anak. Namun dari pada itu,
sebelumnya harus dingat oleh para orang tua bahwa pemberian hukuman
kepada anak dimaksudkan untuk mendidik anak shalih bukan untuk menyudutkan
apalagi melukai fisik.
Hukuman yang diberikan tidak hanya semata-mata berbentuk fisik,
tetapi juga bisa dilakukan hal-hal lain seperti dengan pengurangan hak,
atau pemberian suatu tugas tambahan. Andaikata hukuman fisik terpaksa
diberikan, maka harus diperhatikan bahwa cubitan kecil ataupun pukulan
ringan bisa bisa diberikan dengan syarat: tidak boleh di bagian-bagian
vital anak, tidak boleh pada bagian atas tubuh (perut, dada, leher,
kepala, punggung) dan tidak boleh meninggalkan bekas
Anak itu menjawab, “Wahai kakek, saya telah membaca ayat Al-Quran sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi, “Yâ ayyuhal-ladzîna âmanû qû anfusakum,”yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan dirimu.” Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api neraka.”
Baca Juga: 10 Tanda Utama Terjadinya Kiamat Menurut Islam
Berkata orang tua itu, “Wahai anak, janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalam api neraka.”
Baca Juga: Kumpulan Kata-Kata Penyejuk Hati
Berkeinginan memiliki anak yang shaleh bukanlah khayalan. Siapa pun orangnya sama memiliki kesempatan untuk mewujudkannya. Kehadiran anak shaleh dalam sebuah keluarga bukanlah mu’jizat atau turun dari langit dengan sendirinya. Ia akan hadir di tengah-tengah kita tiada lain merupakan buah dari usaha yang kita lakukan dalam mendidiknya. Bila kita berkeinginan dan berusaha keras mendidik anak agar menjadi anak yang shaleh, maka ia akan tumbuh sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi jika tidak, keinginan untuk memiliki anak shaleh hanyalah sebuah angan-angan dan hayalan semata.
Setelah adanya contoh yang baik dari orang tua, maka perlu dilakukan pembiasaan dari perilaku-perilaku yang telah dilakukan tadi. Hal ini penting karena dihawatirkan bila orang tua saat tak ada disisi mereka, perilaku-perilaku yang anak lakukan akan dapat berubah kembali. Dengan adanya pembiasaan, maka perilaku positif tersebut akan menjadi tabiat positif anak sehingga ada atau tidak ada orang tua, hal-hal positif tetap mereka lakukan.
Baca Juga: Kisah Bayi Ajaib Non Muslim Hafal Alqur'an
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah sesuai topik artikel. Komentar yang tidak relevan dengan topik artikel akan terhapus.
Note: only a member of this blog may post a comment.